Selasa, 18 Januari 2011

- Sambal Balado : Nostalgila Kamar 21 -

Mumpung masih inget dan belum tertutup oleh kejadian-kejadian menegangkan yang lain. Kisah kali ini adalah kisah gw di kamar 21, kisah ini kisah deskriptif dan analitif, dianalisis dengan sangat kurang akurat dan subyektif tentu saja.

Masih saja terngiang suara ngaji si Budi yang lantang, suara khas ketawa Aceh si Ginonk, dan suara bisik-bisik bernada tinggi si Garry (baca : Geri) yang lagi telponan sama kekasihnya. Si Budi yang suaranya sangat lantang, tegas, tanpa ragu-ragu saat melantunkan ayat-ayat suci firman Allah Al-Quranul Karim sangat kontras dengan suara dia saat bercakap biasa, very-very pemalu so much. Si Budi adalah roommate gw yang pertama kali gw temuin. Budi dari Bogor, tepatnya dari Leuwiliang (sumpah, susah banget nyebut ni daerah, harus menyesuaikan lekukan monyongan bibir dengan lekukan lidah untuk menghasilkan bunyi yang pas dan tidak sumbang serta dengan resiko sangat tinggi, minimal lidah keseleo dan maksimal diamputasi) dan Budi merupakan cerminan dari kota Bogor, Tegar Beriman.

Puhaba? Habageut. Cuma itu bahasa Aceh yang gw inget, sepertinya sia-sia hidup gw selama satu tahun di asrama di kamar 21 khususnya. Ya, gw terlalu banyak keukeuh sama bahasa Jawa gw dan bahasa Indonesia berlogat medok dan sibuk belajar Bahasa Inggris Jawa, di mana seharusnya gw bisa belajar bahasa lain, bahasa salah satu dari banyak bahasa di negeri ini. Boro-boro bahasa Aceh yang jauh, bahasa sunda aja aing teu ngartos.. lieur aing.. Kembali ke Aceh, maksud gw kembali kita cariosna si Ginonk. Klo inget Ginonk, gw inget senyumnya yang lebar, senyum yang melebihi pipinya. Sama seperti Budi, Ginonk juga sama mempunyai kelebihan dalam hal mengaji. Suara Ginonk merdu dan lebih soft. Ginonk dan Budi juga sama-sama pandai menyanyi, kalau si Budi penggemar Idola Cilik sedangkan Ginonk suka lagu-lagu beraroma Jepun alias Jepang. Both of them sangat suka yang namanya Nasyid, mereka berdua juga sempat dalam satu grup Nasyid meskipun {jnafohaoweorihwrihqwnrekn} *sensor* Pemuda dari negeri Petro Dolar *sebutan untuk Lhoksumawe* ini pun juga mempunyai basic agama yang tangguh dan mendarah daging.

Mereka berdualah duet malaikat *meskipun kadang-kadang malaikat dari Aceh juga terbawa arus* kamar 21, mereka jugalah penolak bala kamar 21 akibat segala “kemaksiatan” yang gw dan Geri perbuat. Hihi… Misalnya saat lampu neon di kamar yg tiba-tiba berpendar dengan pola kedut-kedut atau dalam bahasa jawa byar-pet atau dalam bahasa Indonesia seperti lampu disko, kelap-kelip. Saat itu kita tidak berfikir untuk membeli (otak pelit demi perut agar tidak melilit), entah ide siapa akhirnya gw, Ginonk, dan Geri sepakat untuk “menukar” lampu di kamar dengan lampu lorong (jenius idea).Maka dengan segera, kami pun menyusun strategi. Untungnya saat itu sedang mendung, sore hari. Gw bertugas memantau keadaan lorong, Geri dan Ginonk sang algojo eksekutor. Lorong aman, dan bim salabim, lampu neon sudah berpindah. Misi berhasil. Kita bertiga berpesta, bersulang, mabok-mabokan. :D. Malamnya, sebagai alibi si Ginonk menyalakan lampu lorong, gw dan Geri ngomong dengan volume agak tinggi “Lho, kok lampu lorongnya kedap-kedip ya?”,seru gw. “Iya nih, kaya di diskotik aja”, Geri menimpali. Kita bertiga tersenyum setan dengan dua buah tanduk perlahan keluar dari kepala kita bertiga. Saat itu, pak RT lorong si Mansyur terbengong. (Maksudnya…???)
Si Geri datang paling akhir di kamar, maklum dia masuk IPB lewat jalur snmptn-utm. Waktu datang, Cuma gw yg ada di kamar. Dia datang diantar bokap dan nyokapnya, gw baru bangun tidur saat itu, Budi dan Ginonk lagi ngelayap. :p. Kesan pertama yang gw tangkep saat pertama kali ketemu Geri : mirip Suneo di Doraemon. Hmmm… Jangan salah, di kamar wajahnya saingan ganteng sama si Ginonk, gw dan Budi ketinggalan jauh. Beda sama Ginonk dan Budi, si Geri jarang mengaji tapi tetep ada Al-Qur’an di meja belajarnya. Alibi? Mungkin. Tapi Geri dan gw punya kesamaan. Kita berdua sama-sama mempunyai kecepatan yang luar biasa dalam sholat. Geri juga partner terbaik gw saat kita berdua sama-sama bisnis makanan ringan di kamar. Saat itu kita punya mimpi, uang hasil dagang buat beli mobil. Memang g kesampean sih, ketinggian. Tapi berkat Geri, gw bisa ngerasain yang namanya dagang, susahnya nagih utang, malesnya beli dagangan buat stok, nyatet pengeluaran, dsb. Hasilnya lumayan, meskipun jauh dari cukup untuk beli mobil. Mungkin Cuma cukup buat berangkat pp ke dealer mobil. #random. Gw paling suka kalo ndengerin si Geri lagi berantem sama cewe nya via telpon. Lucu aja. Biasa kata-kata yang keluar “Dodol!”. Pagi-pagi bangun tidur, klo engga sekitar jam 7an sebelum cabut kuliah, siang-siang pas Dzuhur, dan malam hari. Itulah jadwal mereka bertelponan ria. Aneh, kadang-kadang pagi hari mereka adem ayem telponananya, malem hari berantem. Ciri-ciri abege labil.

Oia, si Geri juga orang Bogor juga, tapi jarang pulang, paling Cuma weekend aja. Bogornya lumayan jauh sih dari kampus, beda sama Budi yang jadwal pulangnya g tentu, tergantung kebutuhan, maklum deket soalnya. Waktu itu klo g salah sedang dalam suasana ujian, entah UTS apa UAS gw lupa. Kita bertiga belajar bareng (si Budi pulang), ngegelar sajadah sama matras, kita ngampar di bawah. Saat sedang stress mikir materi ujian, kita bertiga “sedikit” bercanda, kita bertiga mengkhayal.
Gw : “Eh, kamar kita berantakannya g ketulungan ya? Kapan ya kira-kira bisa rapih?”
Geri : *diem*
Ginonk : “Halah, g usah dirapihin, paling-paling habis dirapihin juga berantakan lagi”
*Kita bertiga memandangi kamar*
Di meja ada sisir, kaca, majalah, gelas. Celana, jaket baju tersebar di semua lini kamar. Kaos dalem juga tergelantung dimana-mana, di pojokan ranjang tersangkut beberapa kolor nangkring. Biasa, cowo. Habis buka kaos, celana langsung lempar. *tuing..tuing* begitulah bunyinya.
Ginonk : “Parah banget ya kita, habis buka celana langsung maen lempar, habis buka jaket, kaos maen gantung. Indah banget kamar kita.”
Gw : “Eh, klo kamar cewe apa gini juga ya kelakuannya?”
Geri : *mulai tertarik dengan bahan pembicaraan*
Ginonk : “Ya gak lah!”
Geri : “Belum tentu juga lho.” *angkat bicara juga akhirnya*
Ginonk : “Iya juga sih.”
Gw : “Klo iya, berarti…. Misalnya…. “
Gionk : “Akan ada kacamata (.)(.) bergantungan di pojokan ranjang”
Gw : “Klo pas lagi ganti baju, buka kacamata (.)(.), langsung lempar.. *tuing-tuing* begitu juga bunyinya”
*Kita bertiga ketawa mesum bersama*
Gw : “Kayaknya itu Cuma cewe lakuin klo kita yang jadi cewe-cewenya deh”
Geri : “Wakakakakakakakaka….”
Gw : “Eh, gimana ya kalo misalkan kita ini jadi cewe?”
Ginonk : “Yang udah pasti, yang pake jilbab di kamar ini gw sama Budi”
Gw :”Gw juga pake jilbab kali, tapi Cuma klo pas kuliah aja.”
Gw dan Ginonk : “Ger, kapan pake jilbab? Wakakakakakakakaka….”
Geri : “Sial, ngatain gw kalian….. Errrrrr… Mesum semua kalian”
Gw : “Halah, juga suka kan… Hahahaha…”
*Kita bertiga kembali tertawa semesum-mesumnya.*
Gw : “Pasti si Ginonk sama Budi jilbabnya gedhe-gedhe,
Geri : “Si Ginonk pake cadar tuh, kan dari Aceh.. Kalo Dika jilbabnya yang nekek leher itu.. Wkwkwkw”
#%@*&^ : “Hahaha… Eh, diantara kita bertiga, siapa ya yang (.)(.) paling gedhe???”
Ginonk : “Yang pasti punya Geri paling kecil, datar lagi, kan lu kutilang Ger, kurus tinggi langsing.”
Gw dan Ginonk : “Wkwkwkwkwkwkwkwkw”
Karena perut kita sudah sakit karena terlalu banyak ketawa, kita pun ingin mengakhiri pembicaraan sanagt g penting ini.
Belajar pun diteruskan.
Gw : “Ger…”
Geri : “Kenapa Dik?”
Gw : “Kapan jilbaban???”
Geri : “Kampret lu!”
Kita bertiga ketawa lagi.
Kalo gw, menurut kalian???

Bicara tentang mimpi, kami berempat juga punya mimpi. Tiap malam kami selalu bermimpi. Bercanda. Banyak mimpi-mimpi kita. Kami berempat terhipnotis oleh video motivasi kakak kelas kami, dimana jika kita punya mimpi itu, tuliskan semua mimpi-mimpi itu di kertas dan tempel! Si Ginonk paling rajin menulis kata-kata motivasi yang ditempel di meja belajar, di deket ranjang, di lemari. Demikian juga Budi, gw juga g kalah. Si Geri, mimpinya ditulis di buku agendanya yang tebal, mirip buku utang lintah darat. Si Budi yang paling jago dan paling rajin diantara kami (kami bertiga sangat tertinggal jauh dari jiwa rajin si Budi, ibarat Bogor-Jakarta) punya cita-cita menjadi dosen, g jelas dosen apa, yang jelas temen gw yang punya rekor UTS Fisika paling yahud ini (dari 30 soal UTS, Budi bener 29, salah berapa hayo?? ) bercita-cita jadi seorang dosen. Si Ginonk, dia kuliah di departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Yang gw inget, dia pengen nglanjutin kuliah di University of South Florida, sebuah cita-cita akibat seminar dan mendapat brosur universitas tersebut. Geri, dia ingin jadi pengusaha sukses. Anak departemen Silvikultur ini punya jam terbang bisnis cukup lah (cukup buruk, hehe….). Selain pengalaman dagang makanan ringan sama gw, Geri sebenernya pandai melihat peluang dan berani mengambil resiko. Jualan pulsa elektrik. Si Geri membaca peluang yang cukup bagus dengan berjualan pulsa di asrama. Terlebih lagi di kamarnya dia punya tiga biji kawan yang termasuk susah lepas dari yang namanya hengpong alias telepon genggam. Namun dunia berkata lain, Kami bertiga justru mendapat berkah dan karunia yang luar biasa dari kerjaan Geri. Jikalau kehabisan pulsa, tinggal bilang Geri. G bayar saat itu pun juga tidak apa-apa (ya, kami bertiga beranggapan tidak apa-apa, namanya juga temen sekamar, masak sih tega g bayar utang). Kata-kata sakti kita bertiga, hasil ajaran Ginonk, “Tenang Ger, lebaran sebentar lagi, utang pulsa pasti beres”. Hasilnya, bisnis Geri naik-turun, terancam gulung tikar dan akhirnya gulung tikar walau sudah dipertahankan mati-matian, sampai darah dan nanah penghabisan. Terlepas dari itu, kita berempat punya mimpi. Mimpi yang pasti akan terwujud kawan!

Sampai disini dulu guys kangen-kangenan kita, jika ingatan belum terhapus dan masih bisa diungkapkan, akan gw tulis lagi. Terimakasih telah menjadi sahabat terbaik gw. Budi, Ginonk, Geri. :’)


[photo] eksekusi lampu, gw yg ngeshoot.





1 comments:

Anonim mengatakan...

lucu :D

Posting Komentar