Rabu, 09 Februari 2011

Think Green ?? Come On !!


Think Green? Kira-kira apa yang kalian pikirkan? Pasti akan ada banyak pikiran-pikiran tentang itu. Menurut gw, untuk membantu menyelamatkan bumi, kita harus bersikap Think Green. Hmmm.. Lalu apa sih Think Green itu?

OK. Sebelum gw lanjutin tentang Think Green, gw ada tiga cerita yang semoga setelah kalian membaca cerita ini, kita dapat menyamakan persepsi kita. Karena untuk menjaga bumi, melestarikan bumi, konservasi, dan semua yang berhungan itu kita harus berjalan bersama, bekerja bersama, satu misi dan satu tujuan. Tentunya saja untuk bumi kita ini.


Think Green Story #1
Ini pos kedua terakhir, pos pengenalan ekstrakulikuler SMA. Pos anak-anak Pecinta Alam (PA). Seperti biasa, kegiatan ini tak jauh dari yang namanya “perploncoan”. Adik kelas dianggap seperti boneka baru, boneka yang diberikan cuma-cuma oleh pihak sekolah. “There are a lot of dolls, you can play them as you like”. Membayangkan kepala sekolah sedang membagikan “boneka” kami satu per satu. .. .. (Yah, sekedar lamunan pembakar dendam kepada senior). Kami satu kelompok dipilih secara acak, salah satu dari kami mendapat “jatah”. Dia mendapat “jatah” untuk merayu salah satu dari setengah lusin senior kami. Pikirannya cepat, dia tahu kelompok kami sudah muak, dia ingin segera menyelesaikan pos ini. Dia dengan sigap mengambil beberapa helai daun muda, daun Selaginela dilanjutkan ia petik setangkai Tipus hutan. Bagai seorang pangeran, ia mulai merayu senior wanita itu.
Suasana menjadi mencekam, sesaat setelah seorang senior laki-laki tiba-tiba meloncat seperti menerkam rekan kami. Terhempas mereka berdua ke tanah. Untung saja tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Senior lain segera melerai. Kami sekelompok tertunduk, terdiam, tidak menau apa yang sedang terjadi.
Lima set push up barusan membuat lengan kami pegal bukan kepalang. Kami baris, masih tertunduk, membisu di tengah teriakan senior. “Apa salah kami?” tanyaku dalam hati. Seorang senior dari PA menenangkan suasana. “Kalian tahu apa yang baru saja teman kalian lakukan?”bentak senior itu. Suasana hening cukup lama, hingga peluh kami hampir habis. Air mata dari beberapa anak perempuan di kelompok kami sempat tersirat. Mungkin menahan capek.
“Teman kalian telah memetik daun. Itu kesalahan kalian.”


Think Green Story #2
Masih belum terpikirkan oleh ku waktu itu, bayangan kejadian di SMA yang membuatku menganggap remeh anak-anak pecinta alam. Ya, aku tidak habis piker kenapa mereka begitu kukuh bahwa memetik satu helai daun seperti terkoyak harga diri mereka. Halah, itu pasti hanya akal-akalan mereka saja, alibi agar mereka punya sesuatu yang “sakral”. Apa salah kita coba, hanya memetik satu helai daun saja sampai mereka marah bukan kepalang. Apa mereka berani bertindak seperti kepada kami saat mereka melihat tukang penyabit rumput sedang mengambil rumput berkarung di pinggir lapangan bola misalnya. Konyol.
Namun, di tahun pertama masuk universitas kucoba hal yang berbeda. Aku tertarik mencoba berkiprah di dunia konservasi. Hmmm… Bukan kah ini dunia pecinta alam? Aku berkilah bahwa disini merupakan salah satu kegiatan yang menunjang studi kuliahku, mungkin bias membantu.
Perlahan.. Aku lupa dengan kesinisan tentang pecinta alam, aku menikmatinya.
Sampai di ujung senja, briefing persiapan kegiatan lapang pertamaku. “Oya, perlu dicatat bahwa selama kita di lapang nanti jangan sampai ada yang membawa sabun, shampoo dan alat detergen lain kecuali pasta gigi” tutur senior tim memberikan pengarahan. “Karena kita sedang di alam, kita hormati stabilitas di sana. Kita kan di sana sebagai tamu” tambahnya dengan nada-nada yang halus, berharap petuahnya diterima oleh para peserta. “Tapi kan kita mandi di sungai kak? Sungai kan unsur pengurai yang terbaik? Pasti detergen-detergen atau sabun nanti bias terurai oleh sungai?” timpal seorang peserta yang sepertinya belum menerima jika dia harus mandi tanpa sabun. “Orang seperti kita ini banyak. Mulai dari lembaga-lembaga, LSM, klub hobi, maupun orang biasa banyak yang suka melakukan perjalanan ke lapang. Banyak orang seperti kita yang suka menjelajah alam. Bayangkan saja jika mereka semua berpikiran sama, saling membawa detergen, sabun mandi saat di lapang. Yakin kalau sungai masih mampu menguraikannya? Akan ada berapa juta ton sabun yang harus sungai uraikan?” jawab kakak senior tadi dengan sabar menjelaskan. Peserta kembali melakukan packing, dengan berat hati sepertinya, mereka harus mandi tanpa sabun.

Think Green Story #3
Pagi ini Bogor basah. Kulihat Yan teman sekontrakanku berdiri di beranda menghadap ke kebun kecil di depan kontrakan kami. Sambil menyapu, kuamati temanku yang satu ini. “Assalamu’alaikum tanaman” sapa dia sambil senyum sendiri, mencurigakan. Aku berdiri di sebelahnya menahan tawa. “Apa yang terjadi denganmu bray? Obat kau habis ya?”umpatku dalam hati segera ku lontarkan. “Kemarin ada dosen yang berkata pada kami di kelas. Sebuah pesan kepada kami”.
Dosen : “Apakah kalian di kost atau kontrakan mempunyai tanaman?”
Mahasiswa : saling lempar jawaban, sebagian ada yang tertawa menertawakan pertanyaan yang dianggap konyol itu
Dosen : “Kalau ada, kalau ada saja nih..(sambl nada mengejek) Kalau ada, apakah kalian sudah menyiramnya?”
Dosen : “ Kalau belum, apakah kalian tidak malu sudah menghirup oksigen pagi ini??
Mahasiswa : terhenyak mendengar kalimat terakhir
Selesai bercerita Yan menuju kebun kecil, membenahi tanaman melonnya yang hampir rubuh tertiup angin. Aku masih terdiam, mencerna ceritanya dan tentu saja jawaban atas salam pada tanaman barusan.
“Assalmu’alaikum tanaman…”, sapa ku lirih sambil meninggalkan Yan dan kebunnya.

Bumi ini membutuhkan kita. Bumi menginginkan kita untuk hidup berdampingan. Untuk itu kita sebagai manusia harus bekerja bersama-sama di antara kita. Meskipun jumlah kita banyak, justru itu yang membuat kita terhambat untuk menjaga bumi ini. Setiap individu mempunyai pikirannya masing-masing, kepentingannya masing-masing. Terkadang sulit untuk menyamakannya. Tidak percaya?

Cobalihat cerita pertama gw. Di situ terlihat bahwa tokoh “saya” tidak berpikiran bahwa kesalahan timnya adalah karena memetik beberapa helai daun saja. Sepele mungkin. Tapi coba kalau kita berandai-andai, jika semua manusia di bumi berpikir bahwa memetika sehelai daun itu sepele dan semua manusia melakukan itu. Ada berapa daun yang terambil? Ada berapa milyar daun yang terambil, ada berapa juta pohon yang mati karena tidak dapat berfotosintesis dengan sempurna. Tapi mungkinkah hal itu terjadi? Apa yang tidak mungkin, semua itu mungkin saja terjadi meskipun tidak untuk waktu sekarang ini.

Cerita kedua gw juga sama, tentang bagaimana kita dapat berpikir berbeda dari biasanya. Dari orang yang umum pikirkan. Terkadang kita terlalu egois, melupakan hal-hal kecil yang sebenarnya hal tersebut tidak kita sadari telah terakumulasi. Tidak perlu kita harus memikirkan sesuatu apa yang kira-kira dapat kita lakukan untuk menyelamatkan bumi kita. Cukup dengan kita berpikir sedikit berbeda dari kebiasaan kita, dengan memulai meninggalkan hal sepele yang sebenarnya merugikan, dan yang lebih penting lagi mengajak orang-orang disekitar kita.

Semoga sedikit hal yang sepele ini dapat menjaga bumi kita, setidaknya kepada anak cucu kita nanti kita masih dapat menceritakan tentang megahnya kerajaan ini.

Keep on Think Green, berpikir sederhana untuk bumi kita. Come On!!!


1 comments:

Irvina Lioni mengatakan...

wah ceritanya soswit abis ya.
gue juga punya dosen, cinta banget sama bumi. pokonya yang namanya Aqua dan beli makanan pake sterofon dia gak bakal make, trus kalo pake tas, dia pake nya tas yang daur ulang itu loh, gak mau pake tas dari kulit...

btw nice post. tersentuh hatiku :">

Posting Komentar